TRIBUNNEWS.COM-Wakil Ketua Konferensi Permusyawaratan Rakyat Demokrasi Indonesia Syarief Hasan menyampaikan pandangannya tentang sistem keamanan maritim Indonesia pada webinar IOJI Selasa (30 Juni 2020). Webinar ini diselenggarakan oleh Prakarsa Keadilan Maritim Indonesia bertajuk “Penguatan Sistem Keamanan Laut Indonesia” -Yarief Hasan mengawali perspektifnya dengan menjelaskan potensi perairan Indonesia. Luas lautan Indonesia adalah 6,32 juta kilometer persegi, terhitung sekitar 62% dari total wilayah Indonesia, dihuni oleh hampir 37% ikan, dan memiliki potensi penangkapan ikan tahunan sebesar 65 juta ton. Ia mengatakan: “Potensi ini harus digarap dengan baik, terutama di wilayah perbatasan Indonesia.” Bagaimana tidak, Indonesia berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga. Di antara 10 negara tersebut, Indonesia baru saja menyelesaikan perjanjian batas laut yang komprehensif dengan Papua Nugini. Syarief Hasan mengatakan: “Demi keamanan, batas-batas ini harus diperhatikan, terutama di perbatasan yang rawan masalah seperti Semenanjung Natuna Utara.” – Selain itu, dalam beberapa bulan terakhir ini perairan Natuna Utara sudah sering Interferensi oleh negara lain. Misalnya, sepanjang 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat 13 kali kapal patroli Vietnam mengantar nelayan ke kawasan ekonomi eksklusif Indonesia tanpa izin. Pada puncaknya antara akhir 2019 dan awal 2020, Organisasi Pengawasan Biaya Tiongkok mengusir nelayan Indonesia dari perairan Natuna Utara, melanggar Hukum Maritim Internasional (UNCLOS 1982). Kami bersama, terutama pemerintah. Pemerintah harus memperkuat badan keamanan maritim. Dengan begitu, tidak akan ada kapal dari negara lain yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin untuk melakukan illegal fishing, ”kata Syarief Hasan.

Ketua DPR RI saya selaku Penanggung Jawab Kementerian Pertahanan menjelaskan bahwa ada tiga aspek utama dalam membangun keamanan Indonesia. Terkait kepolisian, militer, dan diplomasi. “Cara pertama melindungi laut Indonesia adalah dengan memperkuat sistem keamanan laut Indonesia yang belum menyatukan perlindungan lautan,” kata Syarief. Hasan-menurutnya sistem keamanan laut Indonesia Tidak mencapai hasil yang diharapkan. Ada sekitar tujuh badan yang melindungi perairan Indonesia, tetapi mereka tidak memiliki sistem koordinasi yang baik untuk mendukungnya. Oleh karena itu, hal ini sering menyebabkan tumpang tindih otoritas maritim. -Syarief Hasan mengatakan: “Semua badan keselamatan maritim harus ada Di bawah Bakamla (Administrasi Keselamatan Maritim). “A dibentuk sesuai Perpres No 178 Tahun 2014 dan belum beroperasi dengan baik. Selain itu anggaran dan armada belum mencapai kondisi yang ideal. Oleh karena itu, fungsi ini perlu diperkuat melalui anggaran dan mekanisme komando satu atap atau penyatuan komando. Dalam hal ini Bakamura, Polarut, KPLP, Administrasi Umum Kepabeanan, KKP dan lembaga lainnya dipimpin oleh Bakamura.Syarief Hasan melanjutkan, Indonesia juga harus membangun kekuatan militer untuk memberikan rasa aman. Rasa intimidasi dan penguatan kemampuan pertahanan Indonesia khususnya di perbatasan.Namun, menurutnya Indonesia harus mengutamakan diplomasi untuk menghindari potensi perang, terutama di Laut China Selatan yang berbatasan dengan perairan utara Natuna. Badan keamanan maritim harus terus mengutamakan diplomasi. Memang, keamanan maritim juga melibatkan politik, hukum, hubungan diplomatik, dan ekonomi. Anggota Dewan Tertinggi Partai Demokrat Siriaf Hassan menyimpulkan: “Pemerintah harus didasarkan pada sejuta teman dan Dengan semangat nol musuh, pelajari diplomasi tentang SBY. “
Leave a Reply